Senin, 08 April 2013

ESAI

MENGENAL SASTRA LISAN BATAK TOBA LEWAT SEBUAH LAGU

Oleh: Rayona Tampubolon

      Sastra lisan batak mempunyai sifat dan pembawaan yang sama dengan sastra lisan suku lain. Dikatakan sama, sebab penyebarannya dilakukan secara lisan batak dari mulut ke telinga. Kemudian disampaikan lagi dari mulut yang telah mendengar ke telinga orang lain atau dengan asumsi bahwa sastra lisan disampaikan dari  mulut ke mulut -yang bersifat tradisional dalam kurun waktu relatif tetap dan tersebar dalam waktu yang lama- dan tidak diketahui penciptanya atau disebut dengan anonim.
     Seiring perkembangan zaman sekarang ini, berkembang pulalah bahasa-bahasa yang digunakan dalam lirik  lagu batak. Tidak bisa dipungkiri, sekarang lagu-lagu Batak telah menggunakan bilingual bahasa atau dua bahasa sekaligus. Di satu sisi hal tersebut dapat diterima karena kemungkinan besar, lagu Batak yang menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris dapat membuat lagu tersebut terdengar “wah”.
     Penulis sangat miris mendengar lagu-lagu batak modern sekarang ini. Hal tersebut dapat mengakibatkan ketidakpahaman generasi muda batak yang lahir di kota - yang barangkali tidak diajari orang tuanya marhata Batak. Ini dapat menyebabkan bahasa Batak yang mereka dengar adalah bahasa Batak yang salah atau bisa saja disebut bahasa Batak yang tidak baik dan benar.
Pengenalan sastra lisan batak atau katakanlah hata batak kepada generasi muda batak sekarang ini adalah dengan menggunakan alternatif yaitu penggunakan bahasa batak yang baik dan benar dalam lagu-lagu batak. Satu dari beberapa lagu Batak yang dapat dikategorikan ke dalam sastra lisan Batak adalah ciptaan Sakkan Sihombing dengan judul lagu Tabo Ni Na Marhaha Anggi.
Lirik pertama dari lagu tersebut mengandung sebuah umpasa yang arti atau maknya sama dengan pantun; Tampulan Si Baganding/Di Dolok Ni Pangiringan/ Horas Hita Na Marhaha Anggi/ Marsipairing-iringan.


     Umpasa tersebut mengandung nilai edukatif yang secara tidak langsung menyampaikan nilai tersebut kepada pendengar -yang mencerminkan betapa besar rasa persaudaraan- kasih sayang antara abang dan adik dalam bangso batak. Sehati - sepikir - saling membantu.
Hal ini perlu sekali ditekankan kepada generasi muda Batak untuk mampu memahami umpasa tersebut serta mampu mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Paling menarik dalam lagu tersebut adalah bahwa yang menyenandungkannya adalah naposo bulung atau anak muda - yaitu Simbolon Kid’s.
     Secara tidak langsung ini mengajarkan sastra Batak kepada generasi muda Batak yaitu lewat lagu yang disenandungkan oleh teman seumurnya.
Umpasa Batak dapat dikategorikan dalam; Umpasa Ni Dakdanak atau Pantun Anak-anak, baik dalam bentuk dukacita atau sukacita, Umpasa Ni Na Poso atau Pantun Orang Muda baik dalam menceritakan nasib, perkenalan, percintaan, perpisahan, berdukacita dan jenaka dan Umpasa Ni Na Matua atau Pantun Orang Tua baik dalam agama, nasihat, dan adat.
     Selain dari umpasa, sastra lisan Batak juga dikategorikan atas; Hutinsa dikenal dalam Batak Toba sedangkan dalam Batak Simalungun dikenal dengan Hutinta, Limbaga, Tabas atau Mantera, Tonggo-tonggo dan Andung-andung yang dikenal dalam Batak Toba dan Tangis-tangis dalam Batak Simalungun. Dari beberapa sastra lisan batak yang penulis temukan dalam lagu Batak selain umpasa adalah Andung-andung ciptaan Soritua Manurung dengan judul lagu Tihas So Tarpabuni.
Keseluruhan lirik lagu tersebut mengandung Andung-andung seorang anak yang menginginkan Ayahnya kembali, karena telah menikah lagi dengan wanita lain agar pulang dan segera berdamai dengan Ibunya.  Lagu lain yang penulis temukan adalah lagu yang disenandungkan oleh Eddy Silitonga dengan judul Andung-andung Ni Anak Siampudan - yang dalam kesemua lirik lagunya mangandung ratapan anak bungsu yang pulang kampung dan mendapat kabar bahwa Ibunya telah meninggal.
     Penulis berasumsi, dalam menyelamatkan bahasa ibu - bahasa Batak perlu kiranya ada dorongan atau inisiatif sendiri dari orang tua agar lebih memerhatikan lagu Batak yang memang menggunakan bahasa Batak yang baik dan benar untuk didengar anak-anaknya, yang  mengandung nilai edukatif. Selaku bangso Batak, harus mampu mengenal sastra lisan Batak baik itu dari sebuah lagu.

Medan, 31 Maret 2013, 10:52 Wib

SUMBER ANALISA MINGGU, 07 April 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar