Kamis, 24 Januari 2013

ESAI LUKISAN


Sungai Deli di Atas Kanvas
Lukisan Air Panji Sutrisno(Oleh: Rayona Tampubolon)

                                                         



          Selain mudah beradaptasi, air mampu melunakkan apapun yang ada di sekitarnya. Tanah, kayu, bahkan batu sekalipun. Air dalam wujud murninya juga bersifat meneduhkan dan memberi kesegaran. Selain itu air juga mampu menenangkan jiwa kita yang berapi-api. Dengan memiliki sifat air maka kita mampu memadamkan emosi seseorang yang membara dengan kata-kata yang mampu meneduhkan hatinya. Milikilah sifat air yang mengalir dari yang rendah tanpa menghiraukan apa yang ada di sekitarnya.
Akan tetapi air juga bisa menjadi malapetaka, meluluhlantakkan dan menghancurkan segala sesuatu yang ada di sekitarnya bahkan mampu menghancurkan bangunan-bagunan raksassa sekalipun. Terlebih jika manusia sudah tidak mampu lagi menjaga kebersihan air dan bahkan sengaja mencemarkannya.
Dalam sebuah Pameran Seni Lukis pada PPSS XV yang diselenggarakan di TBSU beberapa waktu lalu, penulis cukup terharu saat sedang mewawancarai seorang seniman lukis, Panji Sutrisno yang beberapa lukisannya dipamerkan ketika itu di Gedung Pameran. Sebagian besar lukisan beliau (Panji Sutrisno) cukup berhasil menarik perhatian penulis. Namun yang paling membuat penulis terkesima adalah lukisan yang diberi judul “Sungai Deli”.
“Apa makna dari lukisan ini, Pak?” penulis membuka perbincangan setelah beberapa saat berkenalan. “Oh…, makna lukisan ini adalah untuk mengangkat filosofi air. Kita tahu sendiri bahwa air adalah sumber kehidupan, namun di balik itu semua air juga bisa membunuh kita apabila kita tak mampu menjaganya dan menyalah-gunakannya…” beliau menjelaskan dengan tenang namun tegas. “Sesungguhnya bebatuan, pepohonan, awalnya berasal dari air. Kemudian tubuh kita juga, hampir 95,5% mengandung air…” beliau menambahkan.
           
Selain lukisan “Sungai Deli” bebarapa karya dari pelukis yang sama, Panji Sutrisno, sangat mampu menarik perhatian para penikmat seni yang datang menyaksikan pameran tersebut, yakni: “Setapak Sirih”, “Momong Cucu”, “Kehidupan Sosial di Pantai”, “Ketika Hujan Reda” dan “Rumah Adat Karo”. Menurut penulis, kesemuanya lukisan Panji Sutrisno sangatlah unik. Tak heran banyak siswa yang berbondong-bondong untuk melihat lukisan-lukisan beliau. Menurut pandangan penulis sendiri beliau adalah salah sau pelukis hebat dan berbakat yang ada di Sumatera Utara. Penulis sungguh kagum akan karya-karyanya yang mampu memberikan banyak inspirasi, terlebih kepada penulis sendiri.
“Sebarapa besar rasa kagum Bapak terhadap air? Saya melihat lukisan Bapak dominan mengandung air..” penulis membuka pertanyaan kedua.
“Oh.., seperti yang saya katakan tadi, bahwa air adalah sumber kehidupan manusia dan alasan saya hanya untuk menunjukkan betapa besar kegunaan air bagi kehidupan umat manusia di muka bumi ini. Begitu pun mahluk hidup lainya, tumbuhan dan  hewan. Apabila tak ada air, makan hidup kita yang akan menjadi taruhannya..” tegas beliau.
“Benar…!” gumamku dalam hati. Penulis mendapat banyak pembelajaran dari lukisan-lukisan beliau yang banyak mengandung air. Dan penulis berjanji untuk tidak menyalah-gunakan air dan menggunakannya sebaik-baiknya sesuai kebutuhan.
            “Apakah kondisi Sungai Deli saat ini, masih seindah lukisan Bapak ini?” penulis kembali bertanya.
“Tidak! Bahkan saat ini, Sungai Deli sudah sangat sering meluap dan mengakibatkan rumah-rumah warga terendam banjir. Hal ini sangat mengkhawatirkan dan cukup membuat panik. Pasalnya, Sungai Deli yang dulunya indah, kini telah dijadikan tempat pembuangan limbah dan sampah-sampah warga setempat. Seperti yang saya katakana tadi, bahwa air bisa membunuh manusia, apabila kita (manusia) tak mampu menjaga dan melestarikannya. Sungai Deli yang sekarang ini, tak lagi seindah Sungai Deli yang saya lukis di atas kanvas ini..” beliau seperti membawa penulis pada kenangan keindahan Sungai Deli di masa lampau.
            Sungai Deli yang indah, tinggal kenangan…
**
            “Mengapa Bapak tidak melukis Sungai Deli yang sudah tercemar?” kembali saya mengajukan pertanyaan. “Dalam hal melukis sesungguhnya kita tidak harus menggambarkan situasi yang sebenarnya. Dalam lukisan saya ini ada yang saya kurangi dan ada yang saya tambahkan dari keberadaan sungai Deli agar lukisan terlihat lebih indah. Dan yang paling penting yang harus dimiliki seniman atau sastrawan adalah apabila dia mampu merekam alam dengan sebaik mungkin dan mampu mengerti karya.”
            Sifat manusia memang tidak pernah puas bahkan kadang tak mampu menghargai lingkungan yang sudah memberikan sejuta keindahan. Seharusnya kita mampu menghargai dan menjaga lingkungan kita agar tetap asri. Apabila kita bisa memberikan yang terbaik untuk alam, maka alam pun akan demikian, namun nyatanya warga yang bertempat tinggai di Muara tidak mampu menjaga sungai Deli bahkan mencemarkannya dan menjadikannya limbah. Padahal bagi sebagian orang sungai deli bisa menjadi sumber pencahariaannya. Kita bisa melihat betapa dahsyatnya air yang mampu memberikan pelajaran bagi manusia yang tak mampu menghargai dan menjaganya.
            Sungai Deli yang dipajang di atas kanvas tidak lagi seindah sungai Deli yang sekarang ini. Mungkin Panji Sutrisno secara tidak sengaja mengajak warga Sungai Deli untuk menjaga dan menggunakan Sungai Deli lewat lukisannya agar mampu membandingkan dan menyadari betapa indahnya sungai Deli itu.

SUMBER: BATAK POS, 1 DESEMBER 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar