Jumat, 01 Februari 2013

A Letter To My Mother


CINTAKU UNTUKMU, IBU...
Oleh : Rayona Tampubolon
Universitas HKBP Nommensen Medan








         Malam ini kegetiran membuatku gelisah dan takut. Apalagi saat gemuruh terdengar riuh yang membuatku semakin merindukanmu. Sungguh aku rindu padamu Ibu. Jika saja aku bisa memutar jarum jam ke belakang aku ingin lahir dari rahimmu  lagi Ibu. Sungguh aku ingin. Dan jika aku bisa, aku ingin lahir sebagai peri---peri yang selalu membuatmu tersenyum. Ibu… sungguh aku merindukan pelukan hangatmu. Ingin selalu mendengar suaramu setiap hari meskipun kadang cukup membuat telingaku sakit. Ibu… maafkan aku jika selama ini aku tidak mematuhi nasehatmu dan kadang menganggap keputusankulah yang paling benar.

       Ibu… sungguh aku sempat menolak takdir. Aku bahkan sempat benci pada diri sendiri mengapa aku tidak bisa membuatmu bahagia. Ketika aku tidak bisa membuktikan bahwa aku bisa kuliah di Negeri dan mengambil jurusan Biologi, aku sungguh kecewa pada diriku sendiri. Bahkan tiga kali aku gagal. Dari Jalur Undangan, Snmptn, dan Ekstensi. “Sudah, tidak apa-apa. Ibu pasti akan menguliahkanmu ke swasta, tapi jangan ambil Biologi lagi.” ujarmu.

Sumber: Naskah ini pernah diperlombakan
      
Ibu… aku selalu mengingat ketika aku pulang membawa piala dan piagam penghargaan lomba lari 10 km 3 tahun yang lalu. Kau tersenyum dan aku melihat mutiara di matamu. Meskipun aku tidak memberitahu bahwa aku mengikuti perlombaan itu, tapi aku yakin aku pasti akan menjadi pemenang dan akan ku hadiahkan piala dan piagam itu kepadamu sebagai wujud cintaku padamu. Memang aku sempat menyerah dan sempat juga membiarkan mereka yang merebut piala itu, namun aku ingat senyum dan kerut wajahmu. Aku berlari dan terus berlari hingga akhirnya aku pulang dan membawa kado untukmu. Sungguh aku masih ingat betul moment indah itu,Bu.

        Ibu… aku sungguh bangga padamu. Bahkan ketika teman-temanmu menertawakanmu ketika kau tak mampu membeli baju baru dengan alasan untuk bisa menguliahkan kami anak-anakmu. Bahkan kau tetap tegar meskipun mereka memandang kita sebelah mata karena kita masih tinggal di rumah Negara. “Bagi Ibu rumah, baju baru, itu urusan belakang. Bagi Ibu yang paling penting adalah menyekolahkan kalian dan Ibu tidak ingin kalian dijajah kebodohan. Jangan dengarkan apa kata mereka, tapi tetaplah semangat dan giat belajar agar kelak kalian berhasil dan menjadi anak-anak kebanggan Orang tua.” ucapmu penuh kasih sayang. Oh Ibu…,  jika bisa aku ingin membagi umurku padamu pasti akan kulakukan.

       Ibu… barangkali aku tidak bisa mengungkapkan rasa cintaku setiap hari dan barangkali aku tidak mempunyai kata-kata indah untuk kuucapkan setiap hari, namun rasa cintaku selalu kuucapkan lewat doa-doa yang setiap hari kupanjatkan.  Bersabarlah Ibu.. suatu saat nanti aku pasti akan membuatmu bahagia.


2 komentar: