Corak Gramatikal Bahasa Batak Toba
Oleh: Rayona Tampubolon
Manusia
di dunia ini merupakan makhluk yang heterogen. Keheterogenannya mencakup
berbagai aspek. Salah satu aspek yang dimaksud adalah bahasa. Di dunia ini
terdapat ribuan bahasa yang dipakai oleh manusia. Bahasa-bahasa yang dipakai
oleh manusia ini tentu saja untuk berinteraksi antarsesama, namun pernahkah
terpikir oleh kita tentang asal mula bahasa? Bahasa apa yang pertama sekali
dipakai di dunia ini? Dan mengapa setiap bahasa berbeda-beda?
Berbicara
tentang bahasa mungkin adalah hal yang paling mudah menurut sebahagian orang.
Betapa tidak, apabila kita menanyakan kepada seseorang tentang hakekat bahasa
maka akan sangat mudah munculjawaban bahwa bahasa adalah alat komunikasi agar
apa yang kita sampaikan bisa dimengerti oleh orang banyak. Namun pernahkah kita
berpikir dan ingin mengetahui termasuk tipe apakah bahasa yang kita gunakan
tersebut, apa keunikannya, serta apakah bahasa yang kita pakai mirip dengan
bahasa lain.
Bahasa merupakan sebagai alat
komunikasi untuk menyampaikan maksud atau tujuan yang diinginkan baik itu untuk
mewakili bunyi-bunyi yang mempunyai arti atau makna. Bahasa juga merupakan kesepakatan antara dua
orang atau lebih agar lebih paham akan maksud dan tujuan yang diinginkan.
Begitu juga dengan bahasa Indonesia yang merupakan kesepakatan antara beberapa
suku di Indonesia yang juga menjadi bahasa persatuan.
Setiap bahasa memiliki tipe, ciri,
dan corak yang berbeda-beda yang tidak sama dengan bahasa yang lain. Setiap bahasa
memiliki kekhasan tersendiri. Kita juga
harus mengetahui tipe dari bahasa kita, bagaimana ciri dan coraknya.
Menurut KBBI Pusat Bahasa (2008), tipologi adalah
ilmu yang mempelajari kesamaan sintaksis dan morfologi bahasa-bahasa tanpa
mempertimbangkan sejarah bahasa. Tipologi juga bisa diartikan sebagai
pembicaraan dan pembahasan perihal tipe bahasa, yaitu corak khusus suatu
bahasa.
Tipologi bahasa adalah cabang
linguistik yang meneliti corak atau tipe kesemua bahasa yang ada di dunia.
Bahasa yang coraknya sama atau setidak-tidaknya mirip dikelompokkan menjadi
satu golongan atau dalam satu kelas yang sama, digolongkan sebagai satu tipe.
Meskipun banyak bahasa di dunia ini masih dapat dicari
kesamaannya sehingga dihasilkan klasifikasi atau pengelompokan bahasa. Pengklasifikasian
bahasa dilakukan untuk memudahkan kerja analisis dan memahami kepada kelompok
mana suatu bahasa digolongkan sebagai bahasa-bahasa yang bertipe sama.
Bahasa-bahasa yang ada di dunia pada dasarnya
dapat dikelompokan berdasarkan tipologinya. Secara garis besar, tipologi bahasa
terbagi atas tiga macam, yaitu (1) tipologi struktural (2) tipologi geografis,
dan (3) tipologi geneaologi
Bahasa
batak merupakan bahasa daerah yang masih tetap digunakan sebagai alat
komunikasi. Penuturnya juga banyak
hingga sekarang ini, namun yang belum kita ketahui adalah apa sebenarnya tipe
dari bahasa batak tersebut, apakah termasuk tipe struktural atau pengelompokan
bahasa berdasarkan karakteristik dan ciri-ciri struktur bahasa, apakah termasuk
tipe geografis atau pengelompokan bahasa berdasarkan rumpun asal-usul geografis
atau area, dan apakah termasuk tipe genealogi atau tipe yang didasarkan pada
garis keturunan dengan asumsi bahwa bahasa yang bermacam-macam di dunia ini
berasal dari satu induk bahasa, meskipun pada kenyataannya ada bahasa-bahasa
tertentu yang tidak dapat ditelusuri berdasarkan karakteristik keturunan atau
disebut kelompok independen.
Bahasa
batak sebenarnya bahasa yang unik yang hampir sama dengan bahasa inggris karena sebuah kata dalam bahasa
batak penulisan dan membaca berbeda seperti pada kata mangimbului untuk menulis
sedangkan membaca harus mangibbului. Kalau
kita kaji lebih dalam, kita harus mampu menemukan dan menentukan tipe
gramatikal bahasa batak khususnya bahasa batak toba.
Makna
gramatikal adalah makna struktural yang muncul sebagai akibat hubungan antara
unsur-unsur gramatikal dalam satuan gramatikal yang lebih besar. Misalnya,
hubungan morfem dan morfem dalam kata, kata dan kata lain dalam frasa atau
klausa, frasa dan frasa dalam klausa atau kalimat. Sama halnya dengan bahasa Indonesia, bahasa
batak juga memiliki afiks. Afiksasi adalah
pembubuhan afiks pada suatu bentuk baik bentuk tunggal maupun bentuk
kompleks, untuk membentuk kata.
Ada kalanya satu bahasa yang digunakan atau dipakai di daerah yang berbeda akan melahirkan corak baru, contohnya bahasa batak yang digunakan di Habinsaran, Tarutung, Samosir, Garoga, Porsea, dan lain sebagainya. Hal ini membuktikan adanya corak bahasa yang berbeda pula meskipun bahasa yang digunakan atau dipakai sama-sama bahasa Batak. Jika dikaji dan dianalisis bahasa batak toba termasuk tipe geografis karena sangat jelas kita ketahui bahwasanya bahasa batak yang digunakan di daerah yang berbeda tentu akan melahirkan corak yang berbeda tak terkecuali gramatikal yang digunakan.
Perbedaan gramatikal ini dapat disebabkan oleh faktor geografis tersebut atau dikarenakan perbedaan area. Otomatis ada tercipta kata baru yang telah disepakati oleh antar penduduk yang telah bermukim di area tersebut, ada juga asumsi yang menyatakan bahwa perbedaan bahasa di tiap daerah atau wilayah disebabkan karena kontak bahasa.
Sebenarnya terciptanya corak bahasa atau variasi yang baru bisa saja dikarenakan oleh kontak bahasa. Pertama-tama ujaran seseorang walaupun berbeda dari saat ke saat, akan berbeda dengan ciri-ciri ujaran anggota masyarakat yang lain. Misalnya seseorang senang sekali mengakhiri tuturannya dengan kata idokan? Sedangkan yang lain lebih suka menggunakan kata ate? Inilah yang menjadi cirri-ciri khas yang terdapat pada ujaran seseorang—yang disebut ideolek.
Sama halnya dengan bentuk gramatikal yang penulis temukan di beberapa area atau wilayah batak. Seperti Habinsaran, Tarutung, Samosir, Garoga, Porsea, dan lain sebagainya. Ada beberapa kosa kata dasar yang penulis temukan, misalnya kata dasar input (membaca ipput) dari daerah Tarutung, sedangkan di daerah Balige dan sekitarnya tidak menggunakan kata dasar tersebut justru mengenal kata dasar imbulu (membaca ibbulu). Apabila kita membubuhi afiks pada kata dasar tersebut akan melahirkan bentuk gramatikal: mengimputi (membaca mangipputi) dan mangimbului (membaca mangibbului, kata dasar jinggar yang dikenal di wilayah Balige dan sekitarnya sedangkan di wilayah Habinsaran justru menganal istilah jembur (membaca jebbur) dan apabila kita membubuhi afiks pada kata dasar tersebut juga akan melahirkan bentuk gramatikal: marjembur(membaca marjebbur) dan marjinggar. Akan sangat jelas perbedaan kata dasar yang penulis temukan di beberapa wilayah di Toba dan penulis juga sangat yakin akan banyak lagi kita temukan kata dasar yang berbeda apabila kita analisis di seluruh wilayah Indonesia yang tentunya menggunakan bahasa Batak karena akan sangat berbeda bahasa Batak yang digunakan di Tarutung, Habinsaran, Garoga, Samosir, Porsea, apalagi di daerah perkotaan karena sudah banyak dipengaruhi oleh bahasa-bahasa suku lain seperti: jawa, melayu, betawi, dan lain sebagainya.
Perlu kiranya dikemukakan penulis bahwa dalam mengadakan pengelompokan bahasa dengan tujuan untuk menentukan tipologi suatu bahasa dengan menggunakan kosa kata dasar, tidak boleh diadakan perbandingan secara etimologis atau lebih menjurus ke asal usul sebuah kata. Dalam hal ini penulis bisa menentukan bahwa gramatikal bahasa batak toba termasuk ke dalam tipologi geografis atau pengelompokan bahasa berdasarkan rumpun asal-usul geografis atau area. Hal ini didasari asumsi bahwa bahasa yang sama yang dipergunakan di daerah berbeda dapat melahirkan corak bahasa yang berbeda-beda pula.
Ada kalanya satu bahasa yang digunakan atau dipakai di daerah yang berbeda akan melahirkan corak baru, contohnya bahasa batak yang digunakan di Habinsaran, Tarutung, Samosir, Garoga, Porsea, dan lain sebagainya. Hal ini membuktikan adanya corak bahasa yang berbeda pula meskipun bahasa yang digunakan atau dipakai sama-sama bahasa Batak. Jika dikaji dan dianalisis bahasa batak toba termasuk tipe geografis karena sangat jelas kita ketahui bahwasanya bahasa batak yang digunakan di daerah yang berbeda tentu akan melahirkan corak yang berbeda tak terkecuali gramatikal yang digunakan.
Perbedaan gramatikal ini dapat disebabkan oleh faktor geografis tersebut atau dikarenakan perbedaan area. Otomatis ada tercipta kata baru yang telah disepakati oleh antar penduduk yang telah bermukim di area tersebut, ada juga asumsi yang menyatakan bahwa perbedaan bahasa di tiap daerah atau wilayah disebabkan karena kontak bahasa.
Sebenarnya terciptanya corak bahasa atau variasi yang baru bisa saja dikarenakan oleh kontak bahasa. Pertama-tama ujaran seseorang walaupun berbeda dari saat ke saat, akan berbeda dengan ciri-ciri ujaran anggota masyarakat yang lain. Misalnya seseorang senang sekali mengakhiri tuturannya dengan kata idokan? Sedangkan yang lain lebih suka menggunakan kata ate? Inilah yang menjadi cirri-ciri khas yang terdapat pada ujaran seseorang—yang disebut ideolek.
Sama halnya dengan bentuk gramatikal yang penulis temukan di beberapa area atau wilayah batak. Seperti Habinsaran, Tarutung, Samosir, Garoga, Porsea, dan lain sebagainya. Ada beberapa kosa kata dasar yang penulis temukan, misalnya kata dasar input (membaca ipput) dari daerah Tarutung, sedangkan di daerah Balige dan sekitarnya tidak menggunakan kata dasar tersebut justru mengenal kata dasar imbulu (membaca ibbulu). Apabila kita membubuhi afiks pada kata dasar tersebut akan melahirkan bentuk gramatikal: mengimputi (membaca mangipputi) dan mangimbului (membaca mangibbului, kata dasar jinggar yang dikenal di wilayah Balige dan sekitarnya sedangkan di wilayah Habinsaran justru menganal istilah jembur (membaca jebbur) dan apabila kita membubuhi afiks pada kata dasar tersebut juga akan melahirkan bentuk gramatikal: marjembur(membaca marjebbur) dan marjinggar. Akan sangat jelas perbedaan kata dasar yang penulis temukan di beberapa wilayah di Toba dan penulis juga sangat yakin akan banyak lagi kita temukan kata dasar yang berbeda apabila kita analisis di seluruh wilayah Indonesia yang tentunya menggunakan bahasa Batak karena akan sangat berbeda bahasa Batak yang digunakan di Tarutung, Habinsaran, Garoga, Samosir, Porsea, apalagi di daerah perkotaan karena sudah banyak dipengaruhi oleh bahasa-bahasa suku lain seperti: jawa, melayu, betawi, dan lain sebagainya.
Perlu kiranya dikemukakan penulis bahwa dalam mengadakan pengelompokan bahasa dengan tujuan untuk menentukan tipologi suatu bahasa dengan menggunakan kosa kata dasar, tidak boleh diadakan perbandingan secara etimologis atau lebih menjurus ke asal usul sebuah kata. Dalam hal ini penulis bisa menentukan bahwa gramatikal bahasa batak toba termasuk ke dalam tipologi geografis atau pengelompokan bahasa berdasarkan rumpun asal-usul geografis atau area. Hal ini didasari asumsi bahwa bahasa yang sama yang dipergunakan di daerah berbeda dapat melahirkan corak bahasa yang berbeda-beda pula.
Sumber: ANALISA 13 Januari 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar