RINDU
(Oleh: Rayona Tampubolon)
(Oleh: Rayona Tampubolon)
Kembali aku harus merasakan kenyataan pahit ini. Aku seakan disentak oleh waktu karena kerinduan yang begitu membara. Bulan seakan menertawakanku. Aku tertunduk malu dan merasa mahluk paling hina. Ingin aku menggerakkan sayapku, namun tak ada guna tetap saja aku terjatuh dalam kerinduan yang begitu menyiksa.
Aku kembali memandangi bintang dari kejauhan. Sinarnya begitu menyiksaku. Dia seolah marah padaku. Dinginnya malam mencabik-cabik hatiku. Aku bertahan! Karena aku memiliki segudang kerinduan yang sangat mendalam.
“Maaf sam, aku nggak bisa!”
“Kenapa?”
“Aku belum siap!”
“Iya, tapi apa aku nggak punya kesempatan lagi?”
“Sekali lagi maaf sam, aku memang nggak bisa.” Ucapan inlah yang begitu menyiksaku setiap hari.
Setiap manusia pasti berubah seiring berjalannya waktu, tapi mengapa dia tetap saja tidak bisa? Aku memang begitu hina hingga melukai hati yang tak bernoda. Waktu begitu tega membiarkan aku dalam keterpurukan yang begitu menyiksa. Apa aku memang nggak akan pernah mendapatkan kesempatan itu? Tapi mengapa hati ini teriris pedih waktu dia menolakku?
“Yovi, kenapa kamu begitu tega membiarkan aku seperti ini? Apa salahku?”
Sumber: SIB
Sumber: SIB
“Kamu nggak ada salah sam! Aku yang salah! Aku telah mempersilahkan hatiku untuk mencintaimu, tapi nyatanya kamu mempermainkanku! Setelah sekian lama aku memendam perasaan ini hingga kamu menjebakku untuk mengutarakan perasaanku, tapi apa? Kamu malah menolak cintaku.”
“Iya, aku tahu! Tapi kan kamu tahu kalau aku masih terpuruk setelah kepergiannya dari hidupku! Harusnya kamu harus mengerti akan perasaanku!”
“Hmm, iya. Tapi bukannya kamu yang minta dari awal agar aku membuka hatiku buat kamu? Setelah aku membuka hatiku dan membiarkan cinta menyentuh cintamu, kamu malah menutupnya hingga cintaku harus aku relakan menangis dalam kepedihan yang luar biasa.
Aku terdiam. Dulu memang aku hanya menjadikan dia sebagai pelarian cintaku. Aku ingin melupakan cinta yang sudah 2 tahun bersamaku, hingga akhirnya kami berpisah yang membuat aku depresi. Aku mendekati yovi teruntuk agar aku segera melupakannya, karena tidak sanggup merasakan cinta ini lagi. Aku juga nggak pernah memikirkan ini sebelumnya.
Komunikasi kami pun terputus, karena mungkin yovi sudah sangat membenciku. Dulunya aku menganggap ini hanya hal biasa karena aku memang tidak mencintainya meskipun aku mendekati dia, karena tujuanku mendekati dia hanyalah agar aku tidak kesepian lagi. Agar aku tidak terpuruk lagi.
“Kamu jahat sam! Aku pikir kamu adalah pria baik. Setelah aku membiarkan hati ini dan merelakannya menderita kamu hanya bisa berkata begitu.
“Ya mau bagaimana lagi? Aku memang belum siap pacaran! Aku masih menutup hatiku yovi. Mengertilah!
“Iya, oke. Tapi yakinilah sam, suatu saat nanti kamu akan datang padaku disaat aku telah menutup hatiku rapat-rapat! Camkan itu!
Aku memang tidak perduli dengan kata-kata itu, yang aku pikirkan hanyalah aku bisa terhibur selama ini. Itu saja. Caci maki, aku terima! Meskipun dia mengatakan aku begitu jahat dan bejat, aku tidak peduli.
“Kamu jahat! Kenapa kamu mencium pipiku? Apa maksud semua ini? Kamu tahu? Kamulah pria pertama yang mencium pipiku. Aku pikir kamu mencintaiku! Kamu memang biadab. Aku benci kamu sam!”
“Terserah! Aku menganggap itu biasa saja! Kamunya aja yang terlalu menghayatinya hingga menggunakan hatimu.”
“Tapi bukannya dulu kamu yang merayuku untuk membuka hatiku?”
“Iya, tapi memang aku belum siap!”
“Setelah 4 bulan kita dekat?”
“Iya, 4 bulan masih cukup singkat bagiku, oke? Makasih!
Aku memang mengakui aku begitu biadab hingga menyakiti hatinya yang tulus mencintaiku. Apa boleh buat? Aku memang tidak mencintainya. Cinta kan nggak bisa dipaksa! Kalau aku berpura-pura mencintai dia, akan lebih parah lagi.
Tapi sekarang, aku yang mengemis-ngemis meminta dia agar membuka hatinya untuk aku. Aku benar-benar mencintai dia, hingga kenyataan pahit aku terima kalau dia sudah dimiliki pria lain. Aku juga tidak tahu mengapa aku bisa seperti ini, tapi memang aku nggak bisa menolak permintaan hatiku yang memanggil-manggil dia dan merindukannya.
“Yo, please! Kamu mau ya jalan sama aku.”
“Aku udah bilang sam, aku sudah punya pacar. Aku sangat mencintai dia begitu juga sebaliknya.”
“Nggak! Nggak bisa! Kamu hanya bisa menjadi milikku.”
“Apa maksud kamu? Bukannya kamu senang kalau aku bersama pria lain? Lagian aku juga nggak sanggup kehilangan dia, karena dia memperlakukanku cukup sopan.”
“Iya, tapi hanya satu yang aku ingin! Buka hatimu buat aku.”
“Maaf, akun mencintai dia dan hanya ada dia.”
“Aku mengakui aku memang pernah menyakitimu! Bahkan aku tidak memikirkan betapa kamu menderita mendengar kata-kata pahit itu.”
“Kenapa kamu memilih aku? Banyak wanita lain.”
“Aku memilihmu karena kamu adalah wanita yang pernah mencintaiku dengan ketulusan hatimu, dan aku yakin kalau kamulah wanita yang cocok.”
“Maaf, aku dulun memang mencintaimu dengan tulus! Tapi sekarang, aku memang tidak mencintaimu! Perasaanku telah terkubur.”
“Gali lagi kuburnya, kan gampang?”
“Nggak! Maaf, aku nggak akan pernah bisa meninggalkan dia.”
“Aku persilahkan kamu dengannya. Karena aku yakin kalau aku mengisi hari-harimu, perlahan kamu akan melupakannya dan berpaling padaku.
“Nggak! Sekali lagi aku katakan kalau aku memang tidak mencintaimu.”
Hatiku begitu terkikis mendengarnya, tapi aku nggak akan pernah menyerah karena aku memang sangat mencintainya. Aku hanya bisa menangis melihat dia mencintai pria lain, yang seharusnya cinta itu hanya untukku.
“Apa kamu tidak merindukanku?”
“Sam, aku tidak merindukanmu! Aku hanya mencintai pacarku, jadi jangan mengusikku lagi, tolong!”
“Benar kamu tidak merindukanku? Begitu sakitnya aku mendengar kata-kata mu ini. aku sangat merindukanmu bahkan ingin sekali bertemu dengan kamu. Please, sekali aja.”
“Maaf, hatiku belum tergerak untuk menemui mu dan aku juga nggak tahu kapan hatiku tergerak. Tolong mengertilah, aku memang tidak mencintaimu lagi! Buat apa aku berbohong?”
Bukannya manusia itu bisa berubah? Dulu ini memang tidak adil baginya, namun sekarang sangat tidak adil bagiku. Waktu tidak membelaku, waktu membiarkan aku terpuruk. Andai saja dia mau menemuiku, hati ini akan terseyum kembali dan menemukan semangat yang sudah lama menghilang entah kemana, aku akan bersabar menunggu waktu yang akhirnya mengijinkan aku bertemu dengannya. Iya, aku akan tetap menunggu, meski aku cukup terluka karena kerinduan ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar