Senin, 21 Maret 2016

PUISI

LAJU WAKTU
Oleh: Rayona Tampubolon

Bagaimana pun kerasnya
waktu kuputar
untuk sekedar mengingat kenangan
ia takkan kembali
waktu buru-buru pergi
tanpa suara, tanpa tanda
maka waktu hanya berpesan:

pergunakan dengan baik setiap kesempatan

Sumber: Waspada, Minggu, 20 Maret 2016

Minggu, 13 Maret 2016

ESAI BAHASA DAN SASTRA

PEMERTAHANAN BAHASA DAERAH
MELALUI KARYA SASTRA
Oleh: Rayona Tampubolon

            Tahun 2011, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menyatakan bahwa masih tersisa 746 bahasa daerah di Indonesia. Diperkirakan, akhir abad ke-21, hanya 75 bahasa daerah yang akan bertahan. Apabila hanya 75 bahasa yang akan bertahan, bagaimanakah cara untuk mempertahankan bahasa daerah yang sudah mulai mengalami pergeseran?
            UNESCO per tanggal 17 November 1999 telah menetapkan bahwa setiap tanggal 21 Februari diperingati sebagai Hari Internasional Bahasa Ibu. Seturut dengan pendapat Saut Poltak Tambunan (SPT) di harian Kompas 28 Februari 2015, mengatakan bahwa di Indonesia gaung Hari Bahasa Ibu tak terdengar, padahal sebagian besar anak bangsa Indonesia mengenal bahasa daerah sebagai bahasa ibu. Hal ini menjadi peringatan bagi setiap pemangku kepentingan budaya, sebab pelajaran bahasa daerah terpinggirkan dari kurikulum sekolah dan bahasa daerah sebagai bahasa ibu sudah digantikan dengan bahasa Indonesia berdialek kedaerahan. Anak-anak sejak dini telah dibiasakan berbahasa Indonesia dengan alasan, jika kelak merantau, bahasa yang diperlukan adalah bahasa Indonesia dan bahasa asing.
            Di Sumatera Utara, majalah atau media cetak yang menggunakan bahasa daerah belum ada. Di pulau Jawa, majalah berbahasa daerah sangat diminati dan dicintai oleh masyarakatnya. Bahkan di pulau Jawa, pemerintah daerah melalui peraturan daerah, mewajibkan instansi pemerintah menggunakan bahasa daerah dalam berkomunikasi. Sekali dalam seminggu, bahasa Jawa pun sudah diharuskan digunakan oleh para guru dan murid sebagai bahasa di sekolah. Hal ini sebagai upaya untuk menanamkan kecintaan bahasa daerah terhadap generasi muda serta upaya untuk menyelamatkan bahasa Jawa dari pergeseran yang akan mengakibatkan kepunahan bahasa.


PUISI

PENCURI TAKDIR
: M. Aan Mansyur
Oleh: Rayona Tampubolon

Aku tahu, ada remaja abadi yang tidak kaukenal dalam dirimu
selalu, di lembaran sama, kaumenjelma puisi
belum dirampungkan pena. Kau tak mampu membedakan
antara menghadapi tulisan dan berdiri di tepian danau.
Kaujatuhkan diri ke tengah-tengah danau ketika belum
jadi bangkai atau hantu

katamu, kau dan seorang gadis di sekolahmu pernah saling
mencinta. Kau bagaikan orang bodoh di depan gadis itu. Kauingin
menjadi sihir dan gadis itu percaya pada keajaiban

kauingin sihir itu tampak lebih nyata dari tulisan atau
lebih hidup dari segala yang ada di dalam lembaran
tapi kau tak ingin cinta jadi tangga yang menghambat
dan merendahkan diri sendiri

di lembaran, kaukehilangan jejak gadis itu dan ingin
mengembalikan bekas luka di punggungnya jadi senyuman
kauterperangkap dalam bait puisi dan ingin jadi
pencuri takdir sendiri
Juni 2014




TEMBANG KESETIAAN
Oleh: Rayona Tampubolon

Telah kuhempaskan diri ke tempat tidur berdebu
menangis dengan kesedihan teramat sangat
terjun ke atas peti mati kekasih jiwa
dari lantai dua

kubiarkan tubuhku terluka
pasrah pada kematian
karena daya tarik cinta penuh hasrat
mempersatukan yang terpisah
           
mereka gemetar dan kagum
melihat kita terbaring selamanya
berselimut debu
Agustus 2014





CATATAN PERJALANAN
Oleh: Rayona Tampubolon


Kata perempuan itu kepada kekasihnya:
“aku rela membiarkan kakekku petapa yang berkelana
demi engkau, kekasih jiwa.
Sebab inilah yang dilakukan oleh cinta, si pembuat masalah”
Agustus 2014





Sumber: Analisa, Minggu, 21 Februari 2016