Minggu, 10 Januari 2016

PUISI

HUJAN DI TOBA
Oleh: Rayona Tampubolon
Sayup-sayup kudengar cicit
burung dari balik jendela, menerawang
langit senja yang menghitam.
Benar saja, aku merindukan gelak-tawa
teman sebaya, ketika mandi di air pancuran

masih membekas di ingatan
ketika berlari-larian di sekitar pematang sawah
sambil berteriak, meski gigil membuat lidah kelu

seketika, petir membuyarkan renungan;
menghantarkan pada realitas
sebab kini pena dan secarik kertas memaksaku
meretaskan kenangan, seperti ini ketika hujan
di Toba yang sepi dan mencekam
Siahaan Dolok, Mei 2015





PISAU PUISI
Oleh: Rayona Tampubolon
Ajari aku menulis puisi
tentang kegelisahan dan impian sehari-hari
tapi kau hanya tersenyum getir
menatapku lekat-lekat

ajari aku menulis puisi
tentang hujan dan rembulan
kau tetap tersenyum, menatapku

saat kupejam mata
kau keluarkan pisau dari jubahmu
menghunus tepat di jantungku.
“Inilah puisi. Sudahkah kautahu?” ujarmu
kulihat wajahmu bersinar
dan menatapku nanar
April 2015



SUMBER: ANALISA MINGGU, Taman Remaja Pelajar 10 Januari 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar