Selasa, 26 Januari 2016

PUISI

A N D U N G
oleh: Rayona Tampubolon
Omak, apakah aku telah durhaka
mengeluh dan mengerang membantumu
berladang ketika aku belia
sementara kau berjuang, bercucur keringat
di wajahmu legam, di wajahmu keriput
Omak, apakah aku telah durhaka
mencecap ilmu, mencecap pengalaman di rantau
enggan membanting tulang di terik mentari
di kampung yang kini sunyi
Omak, apakah aku telah menjadi durhaka
menikahi boru sileban, tak memenuhi pintamu dengan pariban
hidup di kota metropolitan.
sementara huta dan ruma sopomu, bagai hutan belantara
jauh dari kebisingan, jauh dari kehidupan
Sipallat, Narumonda, 14 September 2015


Z I A R A H
oleh: Rayona Tampubolon
kubantun setiap kenangan
di tiap persimpangan
segala telah terbelam
bertahun-tahun silam
masih dapat kurasa aroma naniura
kauracik dulu dengan unte dan andaliman
ketika aku pulang; meretas rindu padamu, rindu pada toba
wajahmu kini hanya terkenang dalam ingatan
ruma sopomu terban dan ripuk
tak cukup waktu tinggal karena hibuk
si parjalang kembali datang
menyambutku hanya ilalang
Porsea, Desember 2015


CERUK WAKTU
oleh: Rayona Tampubolon
jangan sebut aku kekasihmu
jika kaumereguk dari gelas masa lalu
sekadar mengungkai cerita
padahal kutahu kau menderita
jangan sebut aku kekasihmu
jika melangkah kau meragu
tersandung oleh ketakutan
dan getir hadapi masa depan
sebut aku kekasihmu
jika kaurampas aku dari sepi
dan tangisku yang sunyi
Perjuangan, 10 Januari 2016

SUMBER: Analisa, Minggu, 17 Januari 2016

Minggu, 10 Januari 2016

PUISI

HUJAN DI TOBA
Oleh: Rayona Tampubolon
Sayup-sayup kudengar cicit
burung dari balik jendela, menerawang
langit senja yang menghitam.
Benar saja, aku merindukan gelak-tawa
teman sebaya, ketika mandi di air pancuran

masih membekas di ingatan
ketika berlari-larian di sekitar pematang sawah
sambil berteriak, meski gigil membuat lidah kelu

seketika, petir membuyarkan renungan;
menghantarkan pada realitas
sebab kini pena dan secarik kertas memaksaku
meretaskan kenangan, seperti ini ketika hujan
di Toba yang sepi dan mencekam
Siahaan Dolok, Mei 2015





PISAU PUISI
Oleh: Rayona Tampubolon
Ajari aku menulis puisi
tentang kegelisahan dan impian sehari-hari
tapi kau hanya tersenyum getir
menatapku lekat-lekat

ajari aku menulis puisi
tentang hujan dan rembulan
kau tetap tersenyum, menatapku

saat kupejam mata
kau keluarkan pisau dari jubahmu
menghunus tepat di jantungku.
“Inilah puisi. Sudahkah kautahu?” ujarmu
kulihat wajahmu bersinar
dan menatapku nanar
April 2015



SUMBER: ANALISA MINGGU, Taman Remaja Pelajar 10 Januari 2016