Rabu, 03 Juli 2013

RESENSI NOVEL "Misteri Lukisan Nabila"


Resensi Buku____________________________________________
MENGUAK RAHASIA DI BALIK LUKISAN NABILA
Oleh: Rayona Tampubolon

Tinjauan Buku
Judul                : Misteri Lukisan Nabila
Penulis              : Sihar Ramses Simatupang
Tebal                : 188 halaman
Penerbit            : Nuansa Cendekia
Cetakan           : I, November 2012
Kategori Buku  : Novel
ISBN              : 978-602-8394-92-5
Harga               : Rp.36.000;

            **
Saat takdir menghampiri, mampukah manusia ­menghindari samsaranya? Samsara adalah lingkaran kehidupan yang berkesinambungan dan tidak terputuskan. Tiada awal. Tiada akhir. Takdir, hidup, mati, dan jodoh adalah… samsara. (“Samsara” : Zara Zettira)
Novel Misteri Lukisan Nabila ini mengingatkan saya dengan novel Pram yang berjudul “Bukan Pasar Malam”—yaitu seorang pejuang yang rela menjadi budak (murid Belanda). Seorang guru yang gigih dan tanpa pamrih. Seorang guru pasca kemerdekaan yang tidak mendapat gaji. Ironisnya, ketika guru tersebut mengalami penyakit TBC, tidak ada yang mau melayaninya dengan baik. Ini membuktikan sangat gampang melupakan kebajikan dan perjuangan seseorang di Negeri ini.
Barangkali inilah alasan Sihar menulis novel ini.  Secara halus Sihar mengingatkan kita akan orang-orang yang telah berjuang di Negeri ini –tentang para aktivis tahun 1998 yang tidak jelas keberadaannya.  Dengan asumsi agar manusia tidak hanya memikirkan diri sendiri—kesuksesan—ketenaran dan menganggap dirinya sendiri paling berkuasa atas orang lain.
Apa yang menarik dalam “Misteri Lukisan Nabila” ini? Novel ini terdiri dari 34 Bab. Dan setiap Bab novel ini hanya terdiri dari 3-5 lembar. Cukup singkat, tapi ini merupakan gaya Sihar memaksa pembaca untuk menyelesaikan novelnya hingga tuntas dan Sihar mampu menghindari kejenuhan pembacanya, sehingga pembaca akan bersemangat dan tak sabar untuk segera menuntaskannya.
Plot berdasarkan kriteria jumlah, novel ini termasuk ke dalam plot tunggal. Sebab tokoh yang dibahas dari awal hingga akhir cerita adalah Nabila Pasha dan Bentar Armadia serta perjalanan hidupnya, dilengkapi dengan permasalahan dan konflik yang dialaminya. Sedangkan plot berdasarkan kriteria kepadatan, novel ini termasuk ke dalam plot padat. Artinya, di samping cerita disajikan secara cepat, peristiwa-peristiwa fungsional terjadi susul-menyusul dengan cepat, hubungan antar peristiwa juga terjalin secara erat, dan pembaca seolah-olah selalu dipaksa untuk terus-menerus mengikutinya. Antara peristiwa yang satu dengan yang lain—yang sekadar fungsional tinggi—tak dapat dipisahkan atau dihilangkan salah satunya. Jika hal itu dilakukan, kita sebagai pembaca akan merasa kehilangan cerita, kurang dapat memahami hubungan sebab akibat, atau bahkan kurang memahami cerita secara keseluruhan.
Akan tetapi, novel yang berplot padat, sebagai konsekuensi ceritanya yang padat dan cepat, akan kurang menampilkan adegan-adegan yang penyituasiannya berkepanjangan. Hal itu disebabkan pelukisan keadaan atau penyituasian itu akan mempunyai efek memperlambat cerita, atau paling tidak mengendorkan “ketegangan” pembaca.
**