Sabtu, 27 Oktober 2012

rindu part II


                                                            RINDU  II
                                     (Oleh: Rayona Tampubolon)
            Alunan lagu yang selalu menusuk hatiku makin memuncak. Andai dia tahu kalau aku sangat merindukannya dari kejauhan. Entah apa yang akan terjadi nanti jika aku memang harus meratapi  kenyataan pahit karena harus memendam rindu yang mencabik-cabik hatiku.
            Rembulan seolah memberikan sebaris senyum padaku yang membuat hatiku tergerak untuk menemuinya meski dia selalu menolakku. Berharap waktu mengijinkan aku bertemu dengan dia yang selalu menggoreskan luka yang begitu dalam karena kesalahan yang telah aku perbuat hingga membuat hatinya meninggalkanku dalam keterpurukan.
            “Yo, bisa kan?”
            “Ngapain sam? Bukannya aku sudah bilang berkali-kali kalau aku belum siap untuk bertemu dengan kamu? Dan aku juga nggak tahu kapan hatiku tergerak bertemu dengan kamu.”
            “Sampai kapan yo? Aku sudah cukup lama menyuruh hatiku bersabar menunggu kesiapan hatimu untuk bertemu denganku.
            “Maaf sam, maaf! Aku nggak bisa! Dan nggak mungkin juga aku memaksa hatiku untuk bertemu denganmu, Hatiku belum tergerak!” Kata-kata inilah yang semakin membuatku penasaran dan menimbulkan sejuta tanya dihatiku.
            Sampai kapan aku seperti ini? Mungkin aku bisa gila jika dia selalu menolakku, dan sepertinya aku harus memaksa dia untuk bertemu denganku. Apa salah jika aku mencintainya? Aku juga nggak peduli meskipun dia tidak mencintaiku lagi, asalkan dia mau menerima cinta yang sudah lama aku simpan hingga aku tak sanggup menahan sakit karena cintaku yang begitu besar ternyata bisa menimbulkan luka yang menusuk sukma.
Sumber: SIB, Mingggu 13  Mei 2012
           

pesan singkat


                                                PESAN SINGKAT
                                     (Oleh: Rayona Tampubolon)
            Lelaki berhidung mancung itu dengan sigapnya terlintas dari hadapanku. Aku sungguh tak bisa menyangkal bahwa dialah yang dari kemarin menghantuiku hingga aku tidak bisa menutup pelupuk mata. Bayangnya begitu memukau bak sinar kemilauan. Sesekali aku memandangnya dari kejauhan berharap jejaknya tak sempat hilang.
            Selamat pagi semua.”
            Langkahku semakin cepat sejak telingaku mendengar sapaan  itu. Tak peduli dengan terik sang mentari yang membakar permukaan kulitku. Yang aku inginkan hanya mengikuti jejaknya yang sudah tak sabar lagi ingin aku dekap.
            Tunggu aku.”
            Dengan segera dia menghentikan langkah dan mengarahkan kedua bola matanya terhadapku. Aku berhenti! Tak bisa ku pungkiri kata yang super singkat itu bisa menghentikan kakinya yang dari tadi tak kunjung berhenti.
            Hei!Cepat!
            Dengan sigap aku melangkah dan tertunduk malu. Entah mengapa aku kaku. Namun tetap saja aku tertunduk malu. Tiba-tiba saja seorang wanita cantik lewat dari sampingku yang membuat langkahku terhenti. Aku melihat kearahnya. Ternyata dia menunggu wanita itu bukan aku! Wajahku membeku! Sayangnya, segera dicairkan oleh teriknya sang mentari.
            “Ngapain berhenti di depanku?”
Sumber: SIB 20 Mei 2012